Jakarta, CNN Indonesia --
Saham Tesla anjlok terbesar dalam sejarah pada Kamis (5/6) setelah CEO Elon Musk perang terbuka dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di media sosial.
Dalam satu hari, nilai pasar Tesla ambruk sekitar US$150 miliar alias setara Rp2.438,70 triliun (asumsi kurs Rp16.258 per dolar AS) meski tidak ada berita negatif lain mengenai upaya perusahaan.
Ketegangan dimulai ketika Trump menyerang Musk karena dia mengkritik rancangan undang-undang (RUU) anggaran terbaru. Musk nan sebelumnya menyebut dirinya sebagai "sahabat utama" Trump, membalas lewat media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Trump kemudian menuduh Musk marah lantaran RUU itu menghapus insentif pajak untuk kendaraan listrik.
Pertikaian ini memicu kekhawatiran penanammodal terhadap masa depan Tesla dan bisnis-bisnis lain di bawah kendali Musk, terutama di tengah ketidakpastian izin kendaraan otonom.
Kementerian Transportasi AS saat ini juga sedang menyelidiki teknologi Full Self-Driving milik Tesla setelah terjadi kecelakaan fatal baru-baru ini. Departemen ini berkedudukan krusial dalam memutuskan jika Tesla dapat memproduksi robot tindakan tanpa pedal dan setir dalam skala besar.
"Politik Elon terus berakibat jelek terhadap saham. Dulu dia mendukung Trump, sekarang berbalik melawan. Dua-duanya mengasingkan banyak calon pembeli," ujar Dennis Dick, pemegang saham Tesla dan kepala strategi di Stock Trader Network, melansir Reuters.
Dalam setahun terakhir, Musk telah menggeser konsentrasi Tesla dari penjualan mobil listrik ke pengembangan robot aksi. Dalam laporan finansial sebelumnya, Musk apalagi mengatakan penanammodal sebaiknya menjual saham mereka jika tidak percaya Tesla bisa menuntaskan tantangan teknologi kendaraan otonom.
Analis Wedbush memperkirakan kesempatan dari sektor AI dan kendaraan otonom bisa menyumbang nilai hingga US$1 triliun alias Rp16.258,04 triliun bagi Tesla.
Namun kini, perseteruan dengan Trump dinilai bisa menjadi halangan baru. CEO Gerber Kawasaki Wealth Ross Gerber menyebut bentrok ini dapat menghalang proses perizinan dan membuka kesempatan penyelidikan baru oleh pemerintah.
"Semua untung nan tadinya diperkirakan bakal dia dapatkan, sekarang berbalik menjadi kerugian," kata Gerber.
Trump juga menakut-nakuti bakal menghapus subsidi dan perjanjian pemerintah nan selama ini diterima oleh perusahaan-perusahaan Musk.
"Cara termudah menghemat anggaran miliaran dolar adalah dengan menghentikan subsidi untuk Elon," tulis Trump di platform Truth Social.
Saham Tesla nan sempat naik 169 persen sejak Musk mendukung kampanye Trump di pertengahan 2024, mulai merosot tajam sejak awal 2025.
Aksi protes berjudul "Tesla Takedown" ikut memperparah sentimen, sementara penjualan Tesla menurun di Eropa, China, dan negara bagian kunci seperti California.
RUU anggaran jenis DPR AS saat ini mengusulkan penghentian subsidi kendaraan listrik senilai US$7.500 alias Rp121,9 juta per unit pada akhir 2025.
Menurut JP Morgan, perihal ini dapat memangkas untung tahunan Tesla hingga US$1,2 miliar alias setara Rp19,50 triliun, dan ditambah potensi kerugian US$2 miliar alias Rp32,51 triliun dari penjualan angsuran izin akibat RUU Senat nan menyerang mandat kendaraan listrik di California.
Meski begitu, Tesla tetap menjadi produsen mobil paling berbobot di dunia, dengan kapitalisasi pasar sekitar US$1 triliun hingga Rabu (4/5) silam, jauh di atas Toyota nan berada di nomor US$290 miliar.
"Arah politik nan tadinya menguntungkan Tesla, sekarang justru menjadi angin sakal," kata Steve Sosnick, kepala strategi di Interactive Brokers.
Sementara itu, penanammodal seperti Bob Doll dari Crossmark Global menyatakan skeptis terhadap nilai Tesla.
"Saya tidak mengerti valuasinya. Saya tidak mengerti fundamentalnya. Saya rasa Tesla terlalu dibesar-besarkan," ujarnya.
Penurunan nilai saham juga berakibat langsung pada kekayaan pribadi Elon Musk. Menurut Forbes, kekayaannya turun sekitar US$27 miliar alias Rp438,96 triliun dalam sehari, menjadi US$388 miliar alias setara Rp6.308,12 triliun.
(reuters/vws)
[Gambas:Video CNN]