Jakarta -
Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengimbau agar kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen disikapi dengan bijak dan tetap menaati undang-undang.
Hal itu sebagaimana nan dilakukan Presiden Prabowo Subianto nan tidak mengeluh atas situasi nan mewajibkan beliau melakukan kebijakan nan tidak terkenal di awal pemerintahannya.
"Presiden menyikapi situasi ini dengan bijak dan tetap menaati undang-undang, namun juga memperhatikan kondisi ekonomi dan kesulitan masyarakat," ujar Adies dalam keterangan tertulis, Senin (30/12/2024).
Ia menilai, pemberlakuan PPN 12 persen secara selektif pada barang-barang kategori mewah merupakan win-win solution bagi semua pihak. Menurutnya, skema nan dirumuskan oleh Kementerian Keuangan RI pun mempunyai semangat keberpihakan nan sama, ialah kenaikan PPN tersebut bakal disertai dengan beragam macam insentif bagi masyarakat.
Insentif tersebut antara lain kenaikan bayaran minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen, agunan kehilangan pekerjaan bagi nan terkena PHK, dan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah bagi pekerja sektor padat karya dengan penghasilan hingga Rp 10 juta per bulan. Bagi pelaku UMKM, ada pembebasan PPh untuk omzet di bawah Rp 500 juta.
Bagi pengusaha, ada subsidi kembang 5 persen untuk sektor tekstil. Masyarakat miskin bakal diberikan support pangan bagi 16 juta family penerima manfaat.
"Dengan beragam insentif tersebut, saya optimistis perekonomian nasional tahun 2025 bakal tetap tangguh. Inflasi bakal terkendali di kisaran 2,5 persen dan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, sesuai sasaran nan ditetapkan dalam APBN 2025," lanjut politikus Fraksi Partai Golkar itu.
Maka dari itu, menurutnya, kenaikan tarif PPN ini tidak semestinya dipolitisasi secara berlebihan. Apalagi kebijakan itu merupakan petunjuk Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) nan telah disepakati bersama.
"Termasuk oleh Fraksi PDI Perjuangan sebagai the ruling party sekaligus Ketua Panitia Kerja UU HPP pada periode lalu," imbuh Pimpinan DPR RI Bidang Koordinator Ekonomi dan Keuangan tersebut.
Adapun kebijakan PPN 12 persen sudah melewati pertimbangan teknokratis nan saksama. Sehingga, tidak bakal memukul daya beli masyarakat alias menimbulkan inflasi nan tak terkendali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita lihat dalam daftar komoditas nan masuk dalam Consumer Price Index alias Indeks Harga Konsumen, hanya 33 persen peralatan dan jasa nan merupakan objek PPN. Selebihnya, ialah 67 persen, tidak dikenai PPN," jelas Adies.
"Artinya, sebagian besar komoditas nan dikonsumsi masyarakat sehari-hari tidak terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN," sambungnya.
Menanggapi pandangan dari sebagian kalangan nan membandingkan kenaikan PPN 12 persen dengan kebijakan Vietnam nan memberikan potongan nilai PPN dari 10 persen menjadi 8 persen untuk komoditas tertentu, dia menyebut bahwa kebijakan di Indonesia lebih lenggang lantaran pemisah bawah tarif PPN Vietnam adalah 5 persen, sedangkan tarif bawah Indonesia adalah 0 persen.
"Bahkan nan 0 persen itu mencakup 67 persen alias sebagian besar peralatan konsumsi masyarakat," tekan Adies.
Maka dari itu, dia pun mengimbau kembali kepada semua kalangan masyarakat agar menahan diri untuk tidak menjadikan kebijakan ini sebagai komoditas politik nan misleading. Ia mewanti-wanti agar jangan sampai hitung-hitungan teknokratis nan matang menjadi meleset lantaran adanya sentimen negatif di pasar dan di industri.
"Kebijakan ekonomi nan semestinya bisa terkendali jadi berisiko lantaran dipolitisir secara tidak bertanggung jawab," pungkasnya.
(akd/ega)