5 Macam Tradisi Perayaan Tahun Baru Pada Masa Peradaban Kuno

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
Jakarta -

Tahukah Anda bahwa tradisi seremoni Tahun Baru sudah ada sejak masa peradaban kuno? Ada beberapa macam tradisi nan dilakukan oleh masyarakat pada masa peradaban antik dalam rangka merayakan pergantian tahun baru mereka.

Menurut laman History, sedikitnya ada lima macam tradisi seremoni Tahun Baru di masa perabadan antik nan pernah ada. Mulai dari masa perabadan Mesopotamia kuno, masa perabadan Romawi kuno, masa perabadan Mesir kuno, masa perabadan Dinasti China, hingga masa perabadan Persia kuno. Masing-masing mempunyai karakter tersendiri.

Peradaban Mesopotamia kuno, misalnya, merayakan Tahun Baru dengan pagelaran Akitu nan berjalan selama 12 hari. Di sisi lain, bangsa Romawi antik memperingati pergantian tahun dengan menghormati dewa Janus, nan melambangkan awal dan akhir. Tradisi ini menjadi cikal bakal almanak modern nan kita gunakan saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, peradaban Mesir antik menghubungkan seremoni Tahun Baru dengan siklus Sungai Nil dan bintang Sirius, nan dianggap sebagai tanda awal musim baru. Di Tiongkok kuno, tradisi Tahun Baru berfokus pada keberuntungan dan pengusiran roh jahat melalui pagelaran besar nan tetap berpengaruh hingga sekarang. Adapun Persia antik merayakan Nowruz sebagai simbol kebangkitan alam dan kehidupan baru.

Berikut ini serba-serbi tentang lima macam tradisi seremoni Tahun Baru nan dilakukan oleh masyarakat pada masa peradaban antik nan menarik untuk disimak:

1. Akitu: Tahun Baru Orang Babilonia di Mesopotamia Kuno

Kota antik Babilonia di Irak akhirnya ditetapkan menjadi Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Kota ini kerap dikatakan sebagai tempat lahirnya peradaban dunia. Ilustrasi Babilonia Kuno (Foto: Thaier Al-Sudani/Reuters)

Mengutip dari History, orang-orang Babilonia di Mesopotamia kuno bakal merayakan kelahiran kembali bumi alami dengan sebuah pagelaran selama beberapa hari nan disebut 'Akitu'. Disebutkan bahwa ini merupakan salah satu tradisi seremoni Tahun Baru tertua.

Perayaan awal Tahun Baru ini sudah ada sejak sekitar tahun 2000 SM (sebelum Masehi), dan diyakini sangat mengenai dengan kepercayaan dan mitologi. Perayaan Akitu ini diadakan setelah bulan baru pertama setelah titik kembali musim semi (ekuinoks) pada akhir bulan Maret.

Selama seremoni Akitu, patung-patung dewa diarak di jalan-jalan kota, dan ritual-ritual dilaksanakan untuk melambangkan kemenangan mereka. Melalui ritual-ritual ini, orang Babilonia percaya bahwa bumi secara simbolis dibersihkan dan diciptakan kembali oleh para dewa sebagai persiapan untuk tahun baru dan kembalinya musim semi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu aspek nan menarik dari Akitu adalah semacam ritual penghinaan nan dialami oleh raja Babilonia. Tradisi asing ini membikin raja dibawa ke hadapan patung dewa Marduk, ditanggalkan busana kebesarannya dan dipaksa berjanji bahwa dia telah memimpin kota dengan penuh kehormatan.

Seorang pendeta tinggi kemudian bakal menampar raja dan menarik telinganya dengan angan membuatnya menangis. Jika air mata raja menetes, perihal itu dianggap sebagai tanda bahwa Marduk merasa puas dan secara simbolis memperpanjang kekuasaan raja. Beberapa sejarawan beranggapan bahwa elemen-elemen politik ini menunjukkan bahwa Akitu digunakan oleh kerajaan sebagai perangkat untuk menegaskan kembali kekuasaan ilahi raja atas rakyatnya.

2. Perayaan Tahun Baru Orang Romawi Kuno untuk Janus

Ancient ruins in Rome, Lazio, Italy Ilustrasi Romawi Kuno (Foto: Getty Images/mammuth)

Romawi kuno awalnya menetapkan Tahun Baru bertepatan dengan titik kembali musim semi, namun setelah bertahun-tahun mengutak-atik almanak matahari, akhirnya hari raya ini ditetapkan pada tanggal nan lebih dikenal hingga kini, ialah 1 Januari. Diketahui bahwa, tradisi seremoni Tahun Baru Romawi antik inilah nan menjadi cikal bakal seremoni Tahun Baru Masehi nan dirayakan sampai saat ini.

Mengutip dari History, bagi orang Romawi kuno, bulan Januari mempunyai makna khusus. Namanya diambil dari dewa bermuka dua, Janus, dewa perubahan dan permulaan. Janus dipandang secara simbolis memandang ke belakang pada nan lama dan ke depan pada nan baru, dan buahpikiran ini kemudian dikaitkan dengan konsep transisi dari satu tahun ke tahun berikutnya.

Orang Romawi merayakan 1 Januari dengan memberikan persembahan kepada Janus dengan angan mendapatkan keberuntungan di tahun nan baru. Hari ini dianggap sebagai awal dari dua belas bulan ke depan, dan merupakan perihal nan umum bagi para sahabat dan tetangga untuk memulai tahun nan positif dengan saling berganti ucapan selamat dan bingkisan buah ara dan madu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut penyair Ovid, sebagian besar orang Romawi juga memilih untuk bekerja setidaknya pada Hari Tahun Baru, lantaran kemalasan dianggap sebagai pertanda jelek sepanjang tahun.

3. Wepet Renpet: Festival Tahun Baru Orang Mesir Kuno

Sepuluh perihal tentang orang Mesir antik nan bisa kita pelajari dari piramida Ilustrasi Mesir Kuno (Foto: BBC Magazine)

Seperti dilansir laman History, budaya Mesir antik terkait erat dengan Sungai Nil, dan tampaknya Tahun Baru mereka bertepatan dengan banjir tahunan. Menurut penulis Romawi, Censorinus, Tahun Baru Mesir diramalkan ketika Sirius, ialah bintang paling terang di langit malam, pertama kali terlihat setelah tidakhadir selama 70 hari.

Lebih dikenal sebagai 'heliacal rising', kejadian ini biasanya terjadi pada pertengahan bulan Juli, tepat sebelum banjir tahunan Sungai Nil. Masyarakat Mesir merayakan awal nan baru ini dengan sebuah pagelaran nan dikenal dengan nama 'Wepet Renpet', nan berfaedah 'pembukaan tahun'. Tahun Baru dipandang sebagai waktu kelahiran kembali dan peremajaan, dan dihormati dengan pesta dan ritual keagamaan khusus.

Orang Mesir dulu juga menggunakan momen tahun baru ini sebagai argumen untuk berpesta hingga mabuk-mabukan. Penemuan terbaru di Kuil Mut menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan Hatshepsut, bulan pertama setiap tahun menjadi tuan rumah 'Festival Mabuk-mabukan'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pesta besar-besaran ini mengenai dengan mitos Sekhmet, dewi perang nan berencana membunuh seluruh umat manusia hingga dewa mentari Ra menipunya untuk meminum minuman keras hingga pingsan. Untuk menghormati keselamatan umat manusia, orang Mesir merayakannya dengan musik hingga mabuk-mabukan.

4. Tahun Baru Imlek: Sudah Ada Sejak Masa Dinasti Shang

imlek Ilustrasi Imlek (Foto: Thinkstock)

Imlek merupakan salah satu tradisi Tahun Baru tertua nan tetap dirayakan hingga saat ini. Mengutip dari History, seremoni Tahun Baru China ini diyakini berasal lebih dari 3.000 tahun nan lampau pada masa Dinasti Shang. Perayaan ini bermulai sebagai langkah untuk merayakan awal musim tanam musim semi, namun kemudian menjadi sarat dengan mitos dan legenda.

Menurut salah satu kisah populer, pernah ada makhluk haus darah nan disebut 'Nian' nan memangsa desa-desa setiap Tahun Baru. Untuk menakut-nakuti makhluk galak nan kelaparan itu, para masyarakat desa mendekorasi rumah mereka dengan hiasan berwarna merah, membakar bambu, dan mengeluarkan suara-suara nyaring. Tipu muslihat ini berhasil, dan warna-warna cerah serta lampu-lampu nan diasosiasikan untuk menakut-nakuti Nian akhirnya menjadi bagian dari seremoni tersebut.

Perayaan ini biasanya berjalan selama 15 hari dan condong berpusat pada rumah dan keluarga. Orang-orang membersihkan rumah mereka untuk membuang sial, dan beberapa orang bayar hutang lama sebagai langkah untuk menyelesaikan urusan tahun sebelumnya. Untuk mendorong awal tahun nan baik, mereka juga menghias pintu rumah mereka dengan gulungan kertas dan berkumpul dengan kerabat untuk pesta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena Tahun Baru Imlek tetap didasarkan pada almanak lunar, maka hari raya ini biasanya jatuh pada akhir Januari alias awal Februari dalam almanak Masehi. Setiap tahun diasosiasikan dengan salah satu dari 12 hewan shio: tikus, lembu, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam jantan, anjing, dan babi.

5. Nowruz: Festival Perayaan Tahun Baru Orang Persia Kuno

A man carries a fire torch while celebrating Nowruz Day, a pagelaran marking the first day of spring and Persian New Year, in the town of Akra near Duhok, in Kurdistan, Iraq March 20, 2023. REUTERS/Alaa Al-Marjani Ilustrasi Nawruz (Foto: REUTERS/ALAA AL-MARJANI)

Nowruz merupakan pagelaran nan menjadi salah satu tradisi masyarakat Persia kuno. Menurut laman History, meskipun tetap dirayakan di Iran dan bagian lain di Timur Tengah dan Asia hingga kini, akar dari Nowruz (atau "Hari Baru") sudah ada sejak era kuno.

Tradisi Nowruz sering juga disebut sebagai "Tahun Baru Persia." Festival musim semi selama 13 hari ini jatuh pada alias sekitar titik kembali musim semi di bulan Maret dan diyakini berasal dari era modern Iran sebagai bagian dari kepercayaan Zoroaster.

Catatan resmi tentang Nowruz sendiri tidak muncul hingga abad ke-2. Meski begitu sebagian besar sejarawan mempercayai bahwa seremoni Nowruz ini sudah ada sejak abad ke-6 SM dan pada masa Kekaisaran Achaemenid (Kekaisaran Iran pada masa kekuasaan Dinasti Akhemeniyah).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak seperti banyak pagelaran Persia antik lainnya, Nowruz memperkuat sebagai hari libur krusial apalagi setelah penaklukan Iran oleh Alexander Agung pada tahun 333 SM. Setelah itu, pagelaran Nowruz juga amsih memperkuat pada masa kebangkitan kekuasaan Islam di abad ke-7 Masehi.

(wia/imk)

DOWNLOAD Link 1 Download Link 2 Download Link 3 Download Link 4